Selasa, 05 Agustus 2008

pitulasan

entah kenapa.
mendekati pitulasan (17 Agustus), kampung yang biasanya kumuh mulai benah-benah. tetangga yang biasanya cuek, ikut-ikutan kerja bakti. tetangga yang biasanya pelitnya ngaudubillah tiba-tiba mau maving jalan. itu terjadi di gang ku gang siji balun aryojipang.
entah kenapa.
aku yang cuma sekali seminggu pulang, dengan semangatnya ikut beres-beres jalan. walau kalau malam badan rasanya gak karu-karuan. berat ternyata jadi kuli. kuli beneran. kerja kasar yang kadang dibayar karena belas kasihan. aku jadi ingat mbah ndolo-ndolo. disebut begitu karena dia jualan kue basah berbentuk bulat kayak bola pinpong terbuat dari menyok (ketela pohon) berwarna-warni dengan parutan kelapa yang ditusuk dengan potongan bambu kecil. karena gak tahu namanya trus disebut kue ndolo-ndolo. walau lansia, matanya udah rabun, jalannya udah gak tegak lagi, dengan semangatnya mbah ndolo-ndolo menjajakan ndolo-ndolonya seharga dua ratus perak setusuk. ya dua ratus perak.
UTG, siapa gak kenal dia. selebritis baru di dunia kriminal. disebut apa ya dia penjahat kah. ah kalau penjahat kok kayaknya kurang ada 'value' nya. bajingan. ya bajingan, lebih mantap dan ada rasanya gitu. ada emosi yang keluar. dia itu jaksa yang bajingan atau bajingan yang jadi jaksa. bajingan. ya bajingan. gak ada kata yang tepat untuk perbuatannya. naudzubillah.
seandainya UTG jadi tetangganya mbah ndolo-ndolo. pasti dia akan belajar hidup dari mbah ndolo-ndolo. gak akan minta disuap karena nasi sepiring aja udah cukup.
beberapa minggu yang lalu aku ketemu mbah ndolo-ndolo, dia udah gak kuat jalan lagi. dia sedang di depan pintu sambil menadahkan tangannya. minta uang.
entah kenapa.
anak-anak tertawa-tawa sambil berusaha makan kerupuk yang digantungkan tepat di jidat. ramai. murah. ada juga yang nangis karena terjatuh. bangkit lagi sambil nangis. ketawa lagi.
ada yang mencoba mengambil koin yang ditempelkan pada buah semangka. walau pun muka terkena arang, gak papa yang penting menang, gak peduli juara satu atau juara penutupan. ibu-ibu yang udah gak muda lagi mencoba menangkap belut sambil ketakutan. geli. tapi asyik. tertawa-tawa. entah apa yang ditertawakan. ceria walau di bawah rimbunan pohon bambu di pekarangan belakang. dekat blumbang (kolam) tempat buang kotoran. alami. gak ada tipuan.
sejenak lupa akan persoalan. bahagianya. aku tersentuh.
entah kenapa.
hampir tiap hari, pagi, sore di jalan-jalan banyak orang cari sumbangan. barongan, gendruwon (gendruwo-gendruwo an), pentul (topeng dengan warna merah berhidung panjang), dan entah apalagi namanya menari-nari sak enak e dewe diiringi gamelan seadanya. tong te tong gling. tong te tong gling. gitu suaranya. 'ceret-ceret (e dibaca seperti e pada kata enak) barongan mata beling' teriak anak-anak kecil sambil berlarian. histeris. berharap dikejar barongan. barongan natak-natak (mengatup-ngatupkan mulutnya) biar terkesan seram. suaranya tak-tak-tak. pura-pura trance. sementara temannya mengulur-ngulurkan kotak sumbangan. untuk pitulasan.
entah kenapa.
pitulasan di istana gitu-gitu aja.
para orang-orang itu. pura-pura khidmat. senyum-senyum lihat orang kepanasan. teringat rekening di bank yang terus berbunga-bunga, lupa kalo nanti akan diperhitungkan. ingat pengorbanan para pejuang merasa sudah seperti pahlawan.
ah .... amanah yang disalahgunakan. sayang.



2 komentar:

Anonim mengatakan...

pitulasan begitu menyenangkan....
kalau pitulasan dianggap sebagai kemerdekaan....
kemerdekaan akan kerinduan keluarga adalah pitulasan buat wak wahyu...
kemerdekaan adalah pelepasan "hawa" bagi kelelakian adalah pitulasan buat pak wahyu juga....
lha kalau pindah tjepu....>>> nggak pernah pitulasan lagi dong !!!!

Anonim mengatakan...

emang, kenangan baru terasa manis saat mesin waktu dan dimensi ruang membuatkan jarak kok...le..