Rabu, 16 Juli 2008

kesaksian

masih kusaksikan banyak orang yang kelaparan
di jalan-jalan
di emperan-emperan
di kolong-kolong jembatan
di selokan-selokan
di tanah-tanah tak bertuan
di bedeng-bedeng bangunan
di mana-mana

Jumat, 04 Juli 2008

Pulang

Tak terasa sudah setahun aku di Jakarta. Hari ini hari jumat waktunya pulang ke rumah. Ketemu yang terkasih. Aku sudah begitu rindu pada anak-anakkku, pada istriku. Aku bekerja di Jakarta sementara anak-anak dan istriku di Cepu. Berat sebenarnya, tapi walau bagaimana harus dijalani. Belum ada pilihan lain.
Tiap Jumat aku pulang dan balik lagi ke Jakarta hari Minggu kadang-kadang Senin. Biasanya aku naik kereta api, tapi hari ini nggak dapat tiket. Habis, begitu kata petugas PT KAI di Stasiun Jatinegara. Aku mencoba ke Dina Travel Rawamangun, jawabannya sama. Padahal di Stasiun Gambir, tiket masih banyak tapi sudah di tangan para calo dan harganya jauh di atas harga resmi. Kok bisa ya? itulah kenyataannya.
Para calo itu ya butuh uang untuk anak-istrinya sama seperti aku. Moga-moga aja rezekinya barokah biar besok anak-anaknya gak jadi calo kayak bapaknya. Masih mending bapaknya jadi calo tiket bukan calo kasus yang banyak berkeliaran di gedung-gedung pengadilan yang megah. Kasak-kusuk mengotak-atik persoalan. Mempermainkan keputusan pengadilan seenak perutnya. Salah bisa jadi benar, benar bisa jadi salah, tergantung hasil tawar menawar dengan jaksa dan hakim. Jelas uangnya lebih banyak. Anak-istri tersenyum. Eh kalau Ayin sih anaknya aja yang tersenyum. Para setan pun tertawa lebar, dia makin banyak teman. Moga-moga anak-anaknya nanti gak jadi calo kasus kayak bapak atau ibunya, paling tidak jadi hakim atau jaksa lah biar punya nilai lebih dalam tawar menawar.
Ah ... tidak semua penjahat anaknya jadi penjahat, dan tidak semuai kiai anaknya jadi kiai. Kita gak boleh berprasangka. Gak ada dosa turunan.
Jadinya, aku dapat tiket bus Pahala Kencana seharga 170 ribu itupun dibelikan adikku (Alhamdulillah, makasih Bud). Sebenarnya aku lebih suka naik kereta, karena punya jalan sendiri dan gak berlubang. Sudah terbayang, banyak jalan rusak, kemungkinan besar sampai di rumah agak siang dari biasanya, apalagi saat liburan pastilah lalu lintas antar kota makin padat. Orang-orang kota menuju desa, banyak orang-orang desa menuju kota, itulah irama. Yah sudahlah, dengan begini kan ada gerakan. Ada peluang, ada uang berjalan. Pemerataan, walaupun gak rata-rata amat.
Kalau naik kereta rata-rata 9 sampai 10 jam sampai di rumah. Kalau naik bis paling tidak 12 jam, itu kalau sopirnya tukang ngebut dan jalannya lengang dan gak kena tilang. Udah kebayang lah susahnya. Tapi gak papa, itu kan irama.
Yang penting sampai rumah, walau badan lelah paling tidak hatiku bahagia. Siapa tahu minggu depan aku gak bisa pulang. Wallahu alam.